top of page

Apa Kabar Indonesia

FOTO MRT1.jpg
FOTO MRT3.jpg
FOTO MRT2.jpg
FOTO BUDAYA2.jpg
FOTO BUDAYA4.jpg
FOTO BUDAYA3.jpg

Kemajuan dalam Mobilitas dan Semangat Nasionalisme Indonesia

​

Tahun ini banyak kemajuan yang dapat kita lihat dan rasakan, salah satunya adalah transportasi MRT. Meskipun sebenarnya Indonesia agak terlambat dalam pembangunan infrastruktur kendaraan umum, jika dibanding dengan negara-negara tetangga di ASEAN, akhirnya Indonesia (Jakarta) memiliki transportasi umum MRT. Meskipun jalur yang tersedia masih minimal, paling tidak ini sudah dapat dibanggakan bahwa Indonesia memiliki sarana transportasi umum yang modern. Keberadaan transportasi ini paling tidak dapat membantu mobilitas masyarakat dari Selatan ke Pusat kota Jakarta. Selain itu, keberadaan MRT ternyata memberikan dampak positif bagi wajah kota Jakarta: trotoar menjadi bersih, terang dan layak menjadi tempat para pejalan kaki. Kota terlihat menjadi cantik dan aman. Hal ini tentu akan dapat mengubah pola kebiasaan masyarakat yang malas berjalan menjadi bersemangat untuk berjalan kaki, karena sekarang berjalan kaki di sepanjang trotoar terasa nyaman.  

Hal kedua yang dapat kita lihat mengenai sebuah perubahan positif Indonesia adalah dimasyarakatkan seni tari dan penggunaan tradisional tradisional Indonesia. Setiap hari Sabtu Direksi FX Sudirman bekerja sama dengan beberapa perusahaan swasta dan Pemerintah DKI Jakarta mengadakan kegiatan menari bersama. Kegiatan seperti ini juga dilakukan di kota-kota lain di Indonesia. Yang lebih menarik lagi, menjelang perayaan kemerdekaan Indonesia, kegiatan tersebut dilakukan secara massal di jalan utama protokol Sudirman pada hari Minggu dan mengundang masyarakat dari berbagai daerah di luar kota Jakarta. Nasionalisme kembali mengguncang Indonesia pada usia ke 74 tahun. Semoga Indonesia menjadi negara yang besar, kuat, damai, dan cinta pada kekayaan budaya yang dimilikinya.

​

Teks dan Foto Kredit: Evi Siregar 

​

============================================================================================================================

​

foto ramos.jpg

Bertemu Sang Idola Catur (Ramos dan Utut Adianto)

​

Bagi Ramos Chaniago yang hobi bermain catur ini pernah sampai mengikuti Kejuaraan Nasional dan Internasional! Ramos tidak menyangka bertemu idolanya yang sedang melakukan kunjungan kerja ke Meksiko. Tokoh idola tersebut adalah Pak Utut Adianto, yang memimpin rombongan anggota DPR ke Meksiko dan menyempatkan berbincang-bincang dengan para WNI di sela-sela kunjungan kerja dalam bidang pendidikan, budaya dan turisme.

Ramos yang dulunya sama-sama mewakili DKI Jakarta dan Indonesia dengan sang Grand Master, mengagumi cara beliau membagi waktu antara olahraga catur dengan pendidikan dan karirnya. Pria berdarah Minang kelahiran Jakarta ini ingin mengikuti jejak sang idola. Semoga dirinya bisa seperti pak Utut yang dinilai berhasil dalam cita dan kariernya.


Kita doakan saja.

​

Teks dan Foto Kredit : Ramos Chaniago

​

============================================================================================================================

​

MONAS.jpg

Kabar terbaru dari Indonesia

​

Beberapa hari terakhir ini, di media komunikasi di Indonesia ramai dibincangkan tema mengenai pemindahan ibu kota Indonesia. Presiden Joko Widodo sendiri sudah menuliskannya di media sosial Facebook dan Twiter. Artinya, tema tentang pemindahan ibu kota Indonesia bukanlah sebuah gosip, tetapi merupakan satu diskusi yang real. 


Mengapa ibu kota Indonesia harus dipindahkan? Apakah DKI Jakarta sudah tidak layak lagi sebagai ibu kota? Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa beban DKI Jakarta saat ini sangat besar, paling tidak Jakarta memikul dua beban sekaligus, yaitu sebagai pusat pemerintahan dan layanan publik serta sebagai pusat bisnis. Pada masa yang akan datang apakah DKI Jakarta masih mampu memikul beban itu?

​

Kepadatan penduduk sudah membuat Jakarta menjadi kota yang tak ramah. Belum lagi masalah sampah, banjir, macet, dan lain-lain yang tidak mudah diatasi. Polusi, kemacetan, banjir, dan kemiskinan telah menjadi persoalan yang  tidak hanya dirasakan warganya, tetapi juga telah menguras keuangan pemerintah provinsi dan pusat. Seperti yang disampaikan di dalam berita-berita, pada tahun 2017 Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas mengatakan bahwa kemacetan di Jakarta mengakibatkan kerugian Rp 67,5 triliun. Saat ini Jakarta memang sudah memiliki MRT, sehingga bisa meringankan beban lalu lintas di jalan raya. Seperti yang dilaporkan, pada bulan April tercatat ada 82 ribu pengguna MRT. Namun, tentu MRT tidak secara otomatis dapat menjamin masalah macetnya lalu lintas kota terselesaikan.

​

Pemindahan ibu kota negara dilakukan juga oleh banyak negara, untuk mengantisipasi arah perkembangan negara mereka di masa mendatang. Contohnya Malaysia, Korea Selatan, Brasil, Kazakhstan, dan lain-lain. Jadi, pemindahan ibu kota adalah bukanlah sesuatu yang aneh.

 

Sebenarnya ide memindahkan ibu kota Indonesia sudah muncul sejak pemerintahan Soekarno. Presiden Soekarno pernah menyebut kota Palangkaraya sebagai alternatif ibu kota, tetapi tidak jadi. Pada masa pemerintahan Soeharto, sempat tercuat ide memindahkan ibu kota Indonesia ke Jonggol, Bogor, tetapi juga tidak jadi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat membentuk tim untuk membuat perencanaan pemindahan ibu kota, tetapi lagi-lagi belum bisa direalisasikan. Kini, diskusi pemindahan ibu kota kembali disuarakan. Bahkah, Presiden Joko Widodo menulis kalimat berikut: "Menurut Anda, di mana sebaiknya ibu kota negara Indonesia ditempatkan dan apa pertimbangannya?

​

Sudah saatnyakah ibu kota Indonesia dipindahkan? Ke mana?

​

Teks dan Foto Kredit: Evi Siregar

​

=========================================================================================================================

​

MRT - kolase.jpg

Yuk Naik MRT!

​

Setelah penantian panjang, pembangunan koridor 1 Mass Rapid Transit Jakarta atau biasa dikenal dengan MRT berhasil diselesaikan. Membentang sepanjang 16 kilometer dengan jumlah 13 stasiun yang terdiri atas Lebak Bulus-Fatmawati-Cipete Raya-Haji Nawi-Blok A-Blok M-Sisimangaraja-Senayan-Istora-Bendungan Hilir-Setiabudi-Dukuh Atas dan Bundaran Hotel Indonesia, menjadi harapan baru bagi warga Jakarta dan sekitarnya, khususnya bagi para pengguna transportasi publik.

 

Sejak PT MRT mengumumkan uji coba gratis sepanjang bulan Maret 2019, antusiasme masyarakat Jakarta dan sekitarnya cukup tinggi. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah pengguna, serta foto2 dan komentar yang memenuhi laman media sosial.

 

Saya adalah salah satu dari puluhan ribu penumpang yang mencoba uji coba gratis MRT Jakarta. Sebagai warga Jakarta yang pernah tinggal di Mexico City dan kini telah kembali ke Indonesia, tentunya turut merasa bangga dengan kehadiran MRT, yang salah satunya akan membantu menghemat waktu berkendara dengan beralih dari menggunakan transportasi pribadi menjadi transportasi publik.

 

Untuk itu, kepada seluruh pengguna MRT, marilah kita rawat MRT kita, dengan menjaga kebersihan, membuang sampah pada tempatnya dan menunjukkan budaya sadar akan merawat transportasi publik kita. 

 

Yuk kita sama-sama naik MRT!

​

Teks dan Foto Kredit : Maudy Kiranayanti

​

=========================================================================================================================

​

04 Apa Kabar - Eva in INA vs Zimbabwe.jp

​Eva Dewi Rahmadiani

Srikandi Indonesia di Homeless World Cup​

 

Menjadi satu-satunya pemain wanita pada laga kelas dunia Homeless World Cup yang berlangsung 13-18 november 2018 di Mexico City merupakan penyemangat Eva untuk menyampaikan isu sosial yang ada di Indonesia, khususnya masalah HIV Aids dan keseteraan gender. Sepakbola dinilai tepat sebagai media yang bisa menyampaikan isu tersebut.

​

Dunia Seakan Runtuh

Ibu dari 3 anak perempuan ini bercerita ketika dirinya mengetahui mengidap HIV, dunia seakan runtuh. Sempat terpikir olehnya bahwa orang pasti berpikiran negatif terhadapnya karena penyakitnya ini. Rasa cemas, kuatir dan takut menghantuinya. Akan tetapi, ia tidak mau berlarut-larut dihantui pikiran itu. Ia harus bangkit, mengingat ketiga orang putrinya yang masih kecil dan membutuhkan kehadiran dirinya sebagai orangtua tunggal. Yang membuatnya kuat dan semangat melawan dan berdamai dengan penyakit ini adalah ketiga anak perempuannya yang tidak terjangkit penyakit yang sama. Karena itu, dirinya bersemangat menjalani hidup. Bahkan, saat ini ia sangat terbuka untuk berbagi informasi kepada siapapun yang ingin tahu mengenai HIV.

 

Rumah Cemara, HIV dan Sepakbola

Wanita kelahiran Bandung 9 juli 1983 ini diajak oleh salah satu temannya berkunjung ke Rumah Cemara untuk berbagi kisahnya terjangkit HIV. Eva merasa gembira karena komunitas Rumah Cemara melalui Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) mau mendengarkan kisah dengannya. You are not alone, kata mereka. Karena betah di Komunitas Rumah Cemara dan juga menyukai berbagai olahraga ekstrim, seperti boxing, muaythai dan sepakbola, Eva ditarik ke Divisi Sport. Dari sini satu langkah dimulai untuk seribu langkah berikutnya. Tahun 2013 Eva mulai serius mengikuti coaching clinic yang diberikan oleh Komunitas Rumah Cemara. Memulai kariernya sebagai pemain sampai menjadi pelatih sepakbola, membuat dirinya semakin semangat menjalani hidup dan melakukan hal yang terbaik. Ketika ia terpilih berangkat ke Lyon, Prancis, pada tahun 2016 untuk mengikuti Street Football World Festival yang diikuti oleh 52 negara, kepercayaan dirinya semakin tinggi dan memperlihatkan kepada dunia bahwa pengidap HIV Aids tetap bisa berkarya dan menunjukkan prestasi.

​

Homeless World Cup dan Isu Gender

Selain isu tentang HIV, pesan yang juga disampaikan oleh wanita yang juga pelatih sepakbola anak-anak dan remaja ini adalah tentang kesetaraan gender. Eva ingin menyampaikan dan menunjukkan bahwa olahraga yang didominasi oleh kaum laki-laki ini juga bisa dilakukan oleh para wanita. Dengan semangat, Eva menceritakan bahwa kompetisi Homeless World Cup yang baru berlangsung bulan lalu ini merupakan kompetisi yang berharga baginya. Terutama ketika melawan Zimbabwe. Para pemain lawan tidak memandang sebagai perempuan (baca: lemah). Pemain lawan benar-benar memperlakukannya sebagai pemain lawan profesional. Selain itu, kompetisi yang diselenggarakan di Mexico City bulan lalu juga membuatnya sangat terkesan, karena para pemain dan para penonton banyak yang ramah. Sangat menyenangkan buatnya. Yang membuat kaget hanya iklim yang dingin. Namun, itu tidak menyurutkan semangatnya untuk bertanding menjadi yang terbaik. Terbukti bahwa tim Indonesia masuk peringkat ke-10 dari 47 negara yang berpartisipasi dan berhasil meraih Richard Ismail Fair Play Award. Eva merasa senang karena saat ini sudah semakin banyak kaum wanita yang tertarik pada olahraga sepakbola, boxing maupun olahraga ekstrim lainnya. Ia berharap akan semakin meningkat jumlahnya.

​

Nikmati Hidup!

Sebelum mengakhiri perbincangan, Eva berpesan kepada siapa saja, baik bagi mereka yang terkena HIV Aids maupun yang tidak: ¨Nikmati hidup! Jika ingin melakukan sesuatu, kerjakan saja,¨katanya sambil tersenyum manis.

​

Wawancara dan Teks: Moestaryanti Puruhita

Foto kredit: Adi Marsiela

​

==========================================================================================================================

​

WasitJaka01a.jpg

Kabar segar dari Indonesia: Wasit Jaka Arisandy

​

Perhelatan Homeless World Cup baru saja selesai diselenggarakan di Mexico City (dari tanggal 13 sampai 18 November 2018). Acara tahunan ini digelar pertama kali tahun 2003 di Austria atas prakarsa Mel Young dan Harald Schmied. Indonesia sendiri baru mengikuti Homeless World Cup pertama kali di Paris pada tahun 2011 dan membawa hasil yang memuaskan. Sejak saat itu, Indonesia terus mengirimkan tim terbaiknya melalui Komunitas Rumah Cemara. Untuk kompetisi tahun 2018, Homeless World Cup memberikan kepercayaan wasit final kepada Indonesia. Dia bernama Jaka Arisandy, pemuda asal Pasundan. Jaka dipercaya memimpin laga pertandingan final Homeless World Cup 2018. Yuk, kita kenalan!

 

Awal Bergabung dengan Komunitas Rumah Cemara

Jaka Arisandy, yang akrab disapa dengan Jaka, bergabung pertama kali dengan Komunitas Rumah Cemara pada tahun 2012. Pada saat itu Jaka sedang mempunyai masalah keluarga dan ekonomi. Orangtua Jaka sering bertengkar dan hampir berpisah. Bahkan ayah dan ibunya sudah pisah rumah. Dengan mata berkaca – kaca sambil berusaha tersenyum, pemuda yang pernah mencoba menjadi pemain band ini bingung, karena harus berpindah – pindah rumah hampir setiap hari hanya untuk makan malam dengan ayahnya atau ibunya. Malangnya Jaka bingung ingin bercerita kepada siapa tentang masalahnya, karena dia anak tunggal. Beruntung Jaka diajak oleh temannya untuk berkunjung ke Rumah Cemara. Di sana ia disambut baik oleh Yana Suryana atau yang akrab disapa Oom Jimi dan Eva Dewi (Teh Eva).

​

Menyatukan orangtua melalui Sepakbola

Setelah bergabung di Komunitas Rumah Cemara, Jaka mengetahui bahwa ada seleksi pemain untuk mengikuti Homeless World Cup tahun 2013. Namun, pada saat dirinya tidak lolos seleksi. Tak patah arang, Jaka terus bermain sepakbola dan berlatih, sampai akhirnya ia lolos seleksi tahun 2015 untuk mengikuti kompetisi Homeless World Cup yang berlangsung di Amsterdam. Tujuannya mengikuti ajang ini adalah untuk menyatukan kedua orangtuanya yang hampir berpisah. Niat mulia Jaka tidak sia-sia. Setelah pulang dari kompetisi Homeless World di Amstedam, ia dijemput dengan sukacita oleh kedua orangtua. Sejak saat itu, kedua keluarganya kembali bersatu.

​

Menjadi Wasit Dunia

Sebelum menjadi wasit di Homeless World Cup, Jaka memulai kariernya sebagai pemain pada tahun 2015. Tahun berikutnya ada pelatihan wasit dari komunitas Homeless World yang berlangsung di Indonesia. Nasib baik berpihak pada Jaka. Ia terpilih menjadi salah satu wasit dunia. Pengalaman menjadi wasit pertama kali pada tahun 2016 di Skotlandia, disusul pada tahun 2017 di Norwegia, dan pada tahun 2018 di Mexico City.

 

Mexico City: Wasit Final, Cuaca Dingin dan Janji yang Ditepati

Pengalamannya menjadi wasit pada pertandingan final antara tuan rumah Mexico melawan Chile memberikan pengalaman tersendiri bagi Jaka. Dari yang sangat nervous akhirnya ia berhasil menaklukkan ketegangan itu. Itu semua berkat dukungan dari para wasit senior yang menekankan harus fokus pada jalannya pertandingan, bukan pada hasilnya. Pada akhirnya pertandingan berjalan lancar dan Jaka berhasil menjalankan tugasnya dengan sangat baik.

​

Cuaca yang berganti – ganti, panas dan dingin, merupakan kesan pertamanya tentang Mexico. Jaka mengira Mexico City cuacanya panas, setelah sampai di sini baru tahu bahwa Mexico City dingin. Selain itu, hal yang disukai dari Mexico adalah keramahan orang – orang yang ditemuinya. Mereka menyambut dengan tangan terbuka dan cepat sekali akrab. Yang membuat lebih sumringah kedatangannya ke Meksiko adalah karena Jaka menepati janji dengan salah satu temannya yang pemain bola di Homeless World Cup beberapa waktu lalu. Ia mengatakan kepada temannya bahwa ia pasti akan datang ke Meksiko. Senang bukan kepalang ketika ucapannya menjadi kenyataan. Mereka pun bertemu di ajang kejuaraan Homeless ini. Jaka bahkan mendapatkan oleh – oleh kaos jersey tim nasional Meksiko.

​

Berkah yang luar biasa dari sepakbola

Tak hanya berhasil menyatukan kedua orangtuanya, Jaka bercerita dengan mata berbinar bahwa Komunitas Rumah Cemara dan kejuaraan Homeless World Cup yang diikutinya sejak tahun 2015 ini membawa perubahan besar dalam hidupnya. Ia berhasil membuat orangtuanya bangga dengan prestasi yang diraihnya. Pemuda yang juga bekerja sebagai staff sport for development di Rumah Cemara ini juga bisa membiayai hidup, bahkan bisa kembali ke bangku kuliah dengan hasil jerih payahnya. Saat ini ia menempuh pendidikan di STIE Pasundan jurusan Manajemen.

 

Hanya ingin Hidup Bahagia

Pada usianya yang masih terbilang muda, Jaka telah berhasil menjadi salah satu wasit dunia Homeless World Cup. Namun, hal tersebut tidak membuat dirinya tinggi hati. Keinginan lain yang ingin diraihnya adalah menikah dan membentuk keluarga, lalu bisa mempunyai rumah sendiri dari hasil jerih payahnya. Dan yang paling penting adalah dirinya bahagia.

 

Wawancara dan Teks: Moestaryanti Puruhita

Foto kredit: Adi Marsiela

​

==========================================================================================================================

​

Asian Para Games.jpg

Asian Para Games 2018

oleh Moestaryanti Puruhita 

 

Perhelatan internasional yang digelar di Jakarta pada tanggal 6 - 13 Oktober 2018 meninggalkan kesan tersendiri mulai dari para atlet yang berlaga, para penonton yang menyaksikannya langsung maupun melalui televisi atau streaming internet, sampai para penyelenggara dan pendukung acara. Pembukaan acara nan megah yang disaksikan jutaaan mata di seluruh dunia berhasil mengangkat citra Jakarta khususnya maupun Indonesia secara umum di mata dunia. Tak hanya itu, selama perhelatan berlangsung para media cetak dan elektronik dari dalam dan luar negeri pun berlomba-lomba meliput perhelatan internasional yang dilaksanakan setiap 4 tahun sekali itu. Pada tahun 2018 Jakarta mendapatkan kehormatan sebagai penyelenggara perhelatan internasional seAsia ini. Ada belasan cabang olahraga yang dipertandingkan dan ratusan peserta bertanding dari 43 negara. Kita yang menyaksikan acara pembukaan perhelatan 4 tahun sekali ini merasakan aura kebangsaan serta totalitas dari penyelenggara dan pendukung acara.

 

Kisah di balik koreografi nan menakjubkan

Adalah Edhi Agus Wiluyo, salah satu koreografer Asian Para Games yang dipercaya oleh tim internasional (dalam hal ini tim dari Balich Worldwide Show) untuk menciptakan koreografi dari Jakarta yang mewakili 5 ikon keanekaragaman, yaitu Hindu, Kristen, Minang, Toraja dan Monas (ikon Jakarta yang dituangkan dalam gerakan tarian betawi). Edhi tidak sendiri dalam menggarap segmen Jakarta. Dia dibantu asisten koreografer dan 3 orang pelatih. Sementara itu, para penari seluruhnya berasal dari Universitas Indonesia yang dipilih melalui audisi dari setiap fakultas. Salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Indonesia yang bernama Liga Tari Krida Budaya sebagai penari utama dari setiap penampilan 5 ikon keberagaman tersebut. Selain itu, Edhi juga bekerja sama dengan tim koreografer dari ISI Solo.

​

Selain Edhi, ada juga Puji, Dyah dan Acha. Mereka adalah 3 dari ratusan penari yang turut memeriahkan upacara Pembukaan Asian Para Games 2018. Meskipun ketiganya sudah berkarier di luar dunia tari, semangat menari mereka tidak pernah surut. Ketika ada pengumuman open casting penari untuk Asian Para Games 2018, mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Jiwa menari telah menjadi bagian dari mereka. Meskipun harus berjibaku dengan pembagian waktu antara kerja, keluarga dan latihan menari, mereka berhasil tampil secara sempurna.

​

Tantangan terberat

Bagi Edhi yang sudah berkecimpung lebih dari 20 tahun dalam dunia seni, menggarap acara besar seperti Pembukaan Asian Para Games ini tidak mudah. Sempat terbesit dalam pikirannya bahwa dirinya tidak mampu. Berkat dukungan dari tim penyelenggara, pria yang sudah melanglang dunia berkat menari ini akhirnya menerima tawaran untuk menjadi koreografer utama. Lain lagi dengan para penari, tantangan yang mereka hadapi adalah pembagian waktu, apalagi jarak rumah, tempat bekerja dan tempat latihan cukup jauh. Namun, karena jadwal latihan sudah ditetapkan, mereka bisa mengatur waktu jauh-jauh hari. Sementara bagi Acha yang berprofesi sebagai psikolog, harus belajar bahasa isyarat pada saat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan theme song Asian Para Games.

​

Senang, bangga, terharu

Seluruh tim acara penyelenggara ini mengeluarkan penampilan secara total pada saat acara Pembukaan Asian Para Games ini. Acha bercerita dengan semangat bahwa dirinya sangat senang bisa tampil dengan sangat memuaskan. Melihat antusias penonton dan para atlet, semakin menambah kepercayaan dirinya bahwa ia dan teman-temannya harus menampilkan hasil latihannya selama ini kepada publik. Menurut Dyah dan Puji, walaupun acara pembukaan Asian Para Games tidak semeriah dan segreget acara sebelumnya, namun mereka mendapat kesan mendalam dengan acara tersebut. Senada dengan Acha, acara pembukaan Asian Para Games ini sederhana, tetapi sangat menyentuh perasaan siapapun yang terlibat di dalamnya.

 

Pengalaman Berharga

Dyah yang berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar mengatakan bahwa dirinya mendapatkan pengalaman menari di area yang besar, senang bertemu teman-teman penari dan koreografer dari dalam dan luar negeri. Lain lagi dengan Puji yang juga pandai menari balet, dirinya mendapatkan pengetahuan baru bagaimana mengatur sebuah pagelaran besar kelas dunia dengan baik.

 

Pesan Moral yang Begitu Berharga

Terlibat acara Asian Para Games membuat Puji, Dyah dan Acha mendapat pesan moral penting. Dengan suara lirih Acha bercerita bahwa para atlet itu dengan segala kekurangan fisiknya tidak patah semangat untuk terus berprestasi. Selain itu, Acha juga belajar untuk semakin menghargai perbedaan. Setelah menyaksikan langsung para atlet difabel berlagak, Dyah berpesan kepada generasi mudah untuk tidak bermalas-malasan menggunakan waktu. Terus bekerja dan berkreasi sesuai dengan bidang masing-masing. Dan sebagai penutup, Puji menambahkan kalau kita tidak perlu kecewa dengan kekurangan kita, apapun itu.

​

Foto kredit: BALICH WORLDWIDE SHOW

​

==========================================================================================================================

​

Diapositiva1.jpg

DOA UNTUK SULAWESI TENGAH

 

Belum hilang keterkejutan dan kesedihan kita atas gempa yang terjadi di Lombok, kita dikejutkan lagi dengan berita gempa, yang kali ini mengguncang Donggala dan Palu, Sulawesi Selatan. Menurut informasi dari Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia, gempa pertama mengguncang kabupaten Donggala dan yang kedua, yang sempat memicu tsunami, mengguncang kota Palu. Sampai saat ini belum dapat diperkirakan berapa jumlah korban yang jatuh dan kerugian yang diderita propinsi Sulawesi Tengah. Namun, dapat diperkirakan jumlahnya cukup besar.

 

Sehubungan dengan terjadinya bencana alam ini, Soerat Kabar menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya di Meksiko, untuk mengulurkan tangan dan bersama-sama membantu meringankan penderitaan saudara-saudara kita di Sulawesi Tengah. Salah satu rekomendasi kami, bantuan dapat disalurkan melalui http://kitabisa.com/peduligempadonggala. Lembaga Kitabisa.com valid dan transparan dalam penyaluran bantuan sosial di Indonesia. 

​

Teks dan Foto kredit: Evi Siregar

​

==========================================================================================================================

​

Lombok.jpg

DOA UNTUK LOMBOK

 

Beberapa waktu yang lalu kita dikejutkan dengan gempa berturut-turut menimpa Lombok, tanggal 28 Juli dan 5 Agustus. Belum lagi selesai kita terkejut dan sedih mendengar berita dan jumlah korban yang jatuh, gempa kembali muncul beberapa hari yang lalu. Masyarakat pun segera mengulurkan tangan untuk membantu. Meskipun pemerintah tidak mengumumkan gempa Lombok ini sebagai bencana nasional, bantuan masyarakat tidak berarti ditolak. Jika di antara pembaca berminat memberikan bantuan, Soerat Kabar dapat memberikan informasi penyaluran dana bantuan. Mari kita berdoa bersama terutama untuk para korban gempa bumi. Semoga bencana ini segera diatasi dengan cepat, saudara-saudara kita di Lombok yang telah menjadi korban gempa segera mendapat bantuan, dan situasi di Lombok segera normal kembali.

​

Foto: Pemandangan Gunung Agung dari pantai Senggigi Lombok

Foto kredit: Evi Siregar

​

==========================================================================================================================

​

PEMILU SERENTAK DI INDONESIA PADA APRIL 2019

 

Salah satu peristiwa penting di Indonesia selama bulan Juni 2018 adalah diselenggarakannya Rapat Pleno Nasional Terbuka KPU untuk mengumumkan secara resmi Daftar Pemilih Sementara Dalam Negeri (DPS) dan Luar Negeri (DPSLN) dalam rangka PEMILU SERENTAK 2019. Peristiwa penting yang digelar KPU Pusat ini dihadiri seluruh pihak yang berkepentingan, mulai dari Kementrian Luar Negeri, Pokja Kemlu, Kementrian Dalam Negeri dan wakil dari setiap propinsi, Banwaslu dan Panwaslu, wakil dari seluruh parpol peserta pemilu serentak 2019, LSM, dan lain-lain. Dalam rapat pleno terbuka itu, ketua KPU Arief Budiman mengumumkan jumlah DPS dan DPSLN mencapai 186,379,878 dengan rincian jumlah DPS 185,098,281 pemilih dan jumlah DPSLN 1,281,598 pemilih. Jika dirinci berdasarkan jenis kelamin, jumlah antara pemilih perempuan dan pemilih laki-laki hampir mendekati 50%-50% baik untuk DPS maupun DPSLN. Diperkirakan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) tidak akan berbeda jauh dengan jumlah DPS dan DPSLN tersebut. 

​

Pemilih merupakan salah satu bagian penting dalam pelaksanaan pemilu. Diharapkan DPT sudah dapat diumumkan pada pertengahan bulan Agustus 2018. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pada tanggal 17 April 2019, di Indonesia akan dilaksanakan Pemilu Serentak 2019 untuk memilih Anggota Legislatif dan Presiden serta Wakil Presiden. Catatan penting untuk WNI yang bertempat tinggal di Meksiko, Belize, El Salvador dan Guatemala, Pemilu Serentak 2019 di TPSLN Mexico City akan diselenggakaran pada hari Sabtu tanggal 13 April 2019. Mari kita sambut dan rayakan pesta demokrasi ini dengan berpartisipasi pada hari pencoblosan nanti, baik melaui TPSLN Mexico City maupun melalui Pos.

​

Foto: Beberapa wakil PPLN bersama Ketua KPU periode 2017-2022 Arief Budiman dan Ketua Pokja Kemlu Wadjid Fauzi.

Foto kredit: Evi Siregar

​

==========================================================================================================================

​

Meksiko di mata wisatawan Indonesia: Sebuah kenangan yang indah

oleh Dennie Sastrapradja*

 

Saya dan suami pada dasarnya senang sekali berwisata. Profesi saya sebagai jurnalis televisi, kebetulan memungkinkan saya untuk menjelajahi wilayah-wilayah menarik di Nusantara dan luar negeri. Sementara, profesi suami sebagai arsitek sudah barang tentu berkaitan dengan keindahan dan keunikan struktur bangunan, sehingga untuk memperoleh inspirasi ia pun banyak melakukan perjalanan wisata bersama kelompok sesama arsitek.

​

Setelah kepergian kami ke India pada tahun 2006, saya dan suami merencanakan untuk melihat lokasi yang bagi kami kaya akan budaya dan eksotisme. Pilihan kami jatuh pada Mexico. Latar belakangnya sebenarnya sederhana. Saya memiliki kakak kelas di UI Jurusan Sastra Indonesia yang bermukim di Mexico selama satu dekade. Dengan adanya seseorang yang tinggal di sana akan memudahkan kami untuk mengenal budaya Mexico.

 

Selain itu, setiap tahun saya dan suami selalu menemani orangtua saya untuk menengok adik saya yang bermukim di AS sejak tahun 1991. Nah pada akhir tahun 2007, kami sekeluarga bersepakat untuk bertemu dengan adik di satu titik di AS, yakni San Fransisco, California. Seingat saya saat itu adik saya tinggal di pantai timur AS, tepatnya di Pittsburgh. Pada bulan Desember yang dingin itu tentunya hal yang menyenangkan, jika ia bergabung dengan kami ke California, kawasan yang tidak bersalju.

 

Singkat cerita, dari San Fransisco saya dan suami terbang ke Mexico City tepat pada hari Natal, 25 Desember 2007. Sebagaimana yang telah kami persiapkan secara mental, jika telah berada di luar AS, kami pun telah siap dengan keadaan yang berbeda seperti kondisi di bandara, misalnya. Betul saja. Seingat kami proses dari sejak pesawat mendarat hingga keluar dari bandara, memakan waktu hampir 4 jam. Sekitar pukul 10 malam, saya dan suami akhirnya menginjak tanah Mexico dan melepas kangen dengan Mba Evi Siregar yang entah sudah berapa jam menunggu kami pada hari itu.

 

Ada pengalaman menarik selama di Mexico. Agen travel kami di Jakarta yang memesankan hotel untuk kami rupanya memberikan hotel yang tidak representatif. Entah bagaimana ceritanya, pada hari Natal yang dingin itu selama semalam kami harus menahan dingin di kamar, karena tidak tersedia penghangat ruangan. Untungnya, perut kami dalam keadaan kenyang, itu semua berkat Mba Evi, yang begitu kami tiba di Mexico, pada malam yang dingin tersebut, di atas pukul 10 malam kami dijamu untuk menikmati quesadilla di dalam sebuah resto hotel yang menurut kami mewah.

 

Kami ingat betul, saat subuh tanpa banyak komplen kami langsung check out, dan menyeret koper kami untuk pindah ke hotel yang tidak jauh dari hotel kami semula. Plaza de Madrid adalah hotel yang kami tinggal selama 3 malam berikutnya dengan tarif 100 dolar US per malam.

 

Selanjutnya, selama 5 hari kami di Mexico, waw betul saja yang kami saksikan adalah keajaiban dan keunikan lokasi wisata Mexico dan masyarakatnya. Mba Evi yang kebetulan juga libur Natal dan sedang tidak berwisata ke luar Mexico, mengantar kami ke tempat-tempat menarik. Baik yang berada di Mexico City sendiri, seperti Mercado de Ciudadela, melewati Paseo de la Reforma sebagai jalan arteri Mexico City, hingga ke luar Mexico City seperti ke San Angel, melihat-lihat café dan resto di Plaza San Jacinto. Kami juga diajak melihat permukiman orang-orang kaya dengan hacienda-nya. Lalu kami berwisata perahu di Xochimilco, melihat keajaiban tempo dulu yakni Kuil Teotihuacan, dan makan siang yang lezat di resto dalam gua (La Gruta) diiringi alunan musik dari Mariachi (penyanyi bertopi khas Mexico, sombrero, yang bernyanyi berkelompok). Sungguh pengalaman yang luar biasa.

 

Pengalaman kami selama di Mexico melihat masyarakatnya, budayanya, begitu mengagumkan. Terus terang pada tahun 2007 itu kami sama sekali tidak terpikir atau ada kekhawatiran tentang kriminalitas, kartel narkoba dsb. Yang terbayang di benak kami hanya bahwa kami memiliki teman yang telah lama bermukim di sana dan pasti menjamin keselamatan kami, sehingga pada waktu itu kami betul-betul enjoy full menikmati wisata.

 

Di pasar-pasar, di jalanan, kami melihat bagaimana hangatnya masyarakat Mexico dalam menyapa dan berkomunikasi dengan kami sebagai wisatawan. Budayanya yang kuat mulai dari Teotehuacan hingga kemoderenan yang ditampilkan di ibukota Mexico di Mexico City membuat Mexico secara keseluruhan merupakan destinasi wisata dunia yang sangat patut diperhitungkan. Sayangnya pada waktu itu kami harus kembali tanggal 30 Desember 2007 ke San Fransisco, karena saya ingin merayakan hari Ulang Tahun ibu saya. Jika tidak, saya yakin setidaknya saya bisa tinggal dua minggu di sana untuk menikmati Mexico karena saya belum menjelajahi pantai dan laut Mexico yang indah. Dari perjalanan itu pula saya memiliki ketertarikan untuk belajar bahasa Spanyol karena buat saya, bahasa itu sangat sexy. Saya sangat menikmati lagu-lagu seperti Solamente Una Vez dan No Me Ames.

 

Saya dan suami yakin suatu hari kami akan datang lagi untuk menikmati Mexico, karena kami tak berhenti kagum akan kekayaan negeri ini. Terima kasih kami sampaikan kepada Mba Evi, pengajar di El Colegio de Mexico, yang telah mengenalkan budaya dan masyarakat Mexico kepada kami. Kami juga sempat berkenalan dengan beberapa masyarakat Indonesia di Kedutaan Besar Indonesia di Mexico, meskipun waktu wisata kami begitu singkat.

​

*Penulis adalah alumni Program Studi Kajian Wilayah Amerika, Progam Pascasarjana UI, dan mantan wartawan senior SCTV.

Foto kredit: Dennie Sastrapradja.

​

==========================================================================================================================

​

Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta

 

Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, yang juga dikenal dengan nama Terminal 3 Ultimate. Terminal 3 yang direnovasi ini sebenarnya sudah mulai beroperasi sejak bulan Agustus tahun lalu. Di terminal yang telah direnovasi ini diisi maskapai AirAsia rute internasional, Garuda Indonesia (rute domestik dan internasional), Saudi Arabian Airlines, Vietnam Airlines, Korean Air, Xianmen Airlines, China Airlines, China Southern Airlines, Indonesia AirAsia International, dan Indonesia AirAsia Extra International.

Selain itu, sejak beberapa bulan yang lalu telah dioperasikan transportasi kereta rel listrik sebagai alternatif transportasi dari bandara Sekarno Hatta ke Kota Jakarta. Rangkaian kereta rel listrik ini memiliki 6 kereta yang dapat mengangkut 272 penumpang sekali jalan., yang beroperasi dari pukul 04:00 sampai 22:00.

​

Foto: Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno Hatta dan Kereta Rel Listrik Airport Railink Services Basoetta.

Foto kredit: Wikipedia.

bottom of page